DNet Jurnalisme Masyarakat – Indikasi paling mudah ditelusuri itu yang pertama adalah kepemilikan silang antar perusahaan yang ikut tender/lelang, sehingga terjadi persaingan yang tak sehat.
Misalkan ada 5 perusahaan yang ikut tender, padahal 3 dari 5 perusahaan itu dimiliki oleh satu orang yang sama, atau orang yang memiliki hubungan, jadi sebenarnya banyak persaingan semu dalam tender-tender.
Modus kedua yang kerap dipakai dalam persekongkolan tender, adalah kerja sama vertikal antara pemenang tender dengan pejabat penyelenggara tender, dalam hal ini PPK atau Pejabat Pembuat Komitmen.
KPPU melihat, banyak perusahaan yang sebenarnya layak memenangkan tender dengan harga yang terbaik dibandingkan dengan perusahaan yang sudah dijadikan sebagai “pemenang”, akan tetapi, kemudian perusahaan yang layak itu malah di diskualifikasi dalam proses tender.
“Persekongkolan itu sifatnya vertikal antara pemilik proyek dan peserta tender agar bisa menyingkirkan pelaku usaha lain sesuai keinginan peserta tender lain,” ujar Muhammad Syarkawi Rauf, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Walaupun sudah memakai sistem Lelang Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), hal itu tidak menjamin bersih. LPSE tidak bisa menjamin persaingan untuk memperebutkan tender berjalan secara sehat karena masih ada celah untuk dipermainkan.
PERTANYAANNYA…….
Nah kira-kira, modus kejahatan yang tersebut diatas, apakah terjadi dalam proses lelang atau tender proyek pemerintah kota (Pemkot) Depok??
Yuk kita mulai buat terang benderang “SUPER DEAL” proses lelang/tender proyek di Pemkot Depok khususnya di “balik pintu” Badan Layanan Pengadaan (BLP) Kota Depok sebagai ujung tombak pelaksanaannya. (Pengirim : cahyopbudiman@gmail.com)