DEPOKNET – Adanya teriakan dari DPRD kota Depok yang mempersoalkan retribusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) apartemen di kota Depok yang hanya dikenakan terhadap bangunan apartemen (blok) dan bukan kepada kamar-kamar hunian, disikapi serius oleh salah satu pengurus bidang Hukum DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat, Rivalino Alberto Rugebreght, SH.
Riva sapaan akrabnya menilai, DPRD kota Depok khususnya anggota Dewan yang mengusulkan dipungutnya PBB kepada kamar-kamar hunian di apartemen itu harus membaca lagi aturan undang-undang tentang pajak dan retribusi daerah yang berlaku.
“Logika hukumnya dipakai dong, anggota dewan jangan asal bicara, memangnya kamar-kamar itu memiliki tanah, Pajak bumi dan bangunan itu pengertiannya tanah yang diatasnya berdiri bangunan, itu sih akal-akalan dewan aja bung,” ungkap Riva kepada DEPOKNET, Sabtu (6/1).
Dijelaskan pria berdarah Ambon Belanda ini, PajakBumi Bangunan itu lazimnya sesuai aturandikenakan atas satu bangunan gedung diatas hamparan tanah, dan bukan atas satu satuan unit ruangan atau kamar didalamnya seperti apartemen.
“Kalau unit kamarnya dipungut juga berarti dobel dong, bangunan induknya kan sudah di kenakan PBB. Itu aturan dari mana, dasar hukumnya apa,sampai dengan saat ini saja Depok belum punya Perda tentang Rumah Susun, ini ada apa?”ucapRiva.
Riva lantas menggambarkan, saat ini banyak bangunangedung perkantoran yang didalamnya terdapat ruangan-ruangan yang disewakan oleh badan usaha atau perorangan.“Sekarang saya mau tanya,apakah setiap ruangan yang disewakan itu harus dikenakan membayar PBB juga, ya gak bisa lah. Sebab pada asasnya,satu obyek pajak tidak dapat dikenakan duakali pungutan pajak,” jelasnya.
Ditambahkan Riva, jika DPRD dan Pemerintah Kota tetap mengusulkan upaya pengenaan PBB terhadap kamar-kamar hunian di apartemen, dirinya meminta agar dirubah dulu aturan Perda yang sudah ada salah satunya Perda Bangunan dan IMB. Karena usulan tersebut tidak bisa hanya menggunakan Peraturan Walikota saja.
“Rubah dulu aturan Perdanya, tapi saya baca ini sih kegamangan atas kesalahan masa lampau yang terlalu gampang mengeluarkan izinberdirinya apartemen tanpa sebelumnyadibuat kajian yang menyeluruh terlebih dahulu terhadap dampak yang ditimbulkannya. Tapi juga jangan karena target PAD yang menurun, lantas main asal usul saja,” tegas Rivalino.
Pasalnya kata Riva,para pemilikapartemen sudah membayar pungutan pajak ketika akad pembelian atas satuan rumah susun apartemen. Sementara sesuai asasnya dalam hukum pajak, tidak ada satu jenis pajakapapun yang dapat dipungut tanpa adanya dasar hukum. jadi usulan tersebut disebutnya hanya akal akalan saja.
“Inilah cermin ketidaksiapan Pemkot Depok didalam menata sumber pendapatan daerah.Dalam aturan pajak, yang bisa dikenakan pajak adalah hotel dan restoran, kalau apartemen kan sama saja spt kita mengontrakkan bangunan petakan atau kos-kosan, apakahkamar-kamar kontrakan dan kost di Depok dikenakan PBB,”pungkasnya.
Sebelumnya disalah satu media cetak lokal kota Depok, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok menyoal terkait retribusi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) apartemen. Salah seorang anggota DPRD Depokmenilai, PBB apartemen seharusnya dapat diberlakukan kepada satukamar/unit hunian, dan bukanhanya kepada satu blok bangunan saja.(CPB/DepokNet)