DEPOKNET – Pemerintah Kota (Pemkot) Depok infonya telah menerima naskah rekomendasi penetapan dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang menyatakan Gedong Tinggi Rumah Cimanggis (Landhuis) sebagai bangunan Cagar Budaya peringkat Kota.
Naskah rekomendasi penetapan dari TACB Jawa Barat itu menurut informasi yang DEPOKNET dapatkan, telah diterima Walikota Depok dan Bagian Hukum pada Sekretariat Daerah (Setda) kota Depok sekitar dua minggu yang lalu, Kamis (8/03/2018).
Terbitnya naskah rekomendasi TACB itu tentunya membuat para penggiat sejarah yang ada di kota Depok bergembira dan berharap besar pemkot Depok melalui Walikota Depok segera mengeluarkan surat ketetapan status Cagar Budaya terhadap Gedong Tinggi Rumah Cimanggis.
Pasalnya, jika mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, termaktub pada Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang tersebut, Bupati/Wali kota harusnya sudah mengeluarkan penetapan status Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli Cagar Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya.
Namun ternyata, Pemkot Depok belum juga memberikan respon maksimal seperti yang diharapkan oleh para penggiat sejarah di kota Depok. Menurut Ketua Depok Heritage Community, Ratu Farah Diba, Walikota Depok tidak berani mengeluarkan surat ketetapan karena takut digugat pemerintah pusat mengingat lahan dimana lokasi Gedong Tinggi Rumah Cimanggis itu berada di lahan pemancar RRI yang telah diserahterimakan kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) terkait rencana pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia atau UIII.
“pak wali tidak berani meng sk kan sebagai bangunan cagar budaya takut digugat pemerintah pusat karena lahan itu sekarang milik Kemenag artinya pusat sebagai pemiliknya,” ungkap Ratu Farah Diba.
Dijelaskan oleh Ratu Farah Diba, walikota baru akan mengeluarkan surat ketetapan jika sudah ada permintaan dari pemerintah pusat. Padahal sambung Ratu Farah Diba, bangunan cagar budaya sesuai Undang-Undang, harusnya ditetapkan bukan melihat siapa pemiliknya, tapi dilihat keberadaan bangunan itu berada dimana dan punya nilai keterkaitan dengan tempatnya.
Diuraikannya, jika terkaitnya dengan kota atau kabupaten, maka yang menetapkannya adalah walikota/bupati. Kalau memiliki nilai atau berada di dua kota/kabupaten yang berdekatan maka yang menetapkan provinsi.
“dan apabila berada di dua provinsi maka yang menetapkan pusat karena masuk tingkat nasional, untuk bisa naik ke tingkat provinsi pun peringkat itu harus ditetapkan dahulu di tingkat kota/kabupaten,” tambah wanita yang mengaku sudah khatam dengan Undang-Undang tentang Cagar Budaya ini.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporyata) kota Depok, Wijayanto saat dihubungi DEPOKNET tampak enggan menjelaskan panjang lebar mengenai telah terbitnya naskah rekomendasi penetapan sebagai bangunan Cagar Budaya oleh Tim Ahli Cagar Budaya terkait Gedong Tinggi Rumah Cimanggis.
“Sedang dibahas om. Karena sebelumnya ada statement RI 2 (Wakil Presiden, red). Kita harus hati-hati,” singkat Wijayanto.(CPB/DepokNet)