Sudah lama ibu bekerja di DKP Depok sebagai tukang sapu jalanan
Pernahkah tuan pikirkan
Jasa mereka
Pernahkah tuan renungkan
Harga keringatnya
Tukang sapu bawa sapu masuk di kantor
Bersihkan yang kotor
Cukong kotor mandor koruptor semua yang kotor
Awas kena sensor…iwan fals
Ia merupakan wanita yang sangat kuat dan tegar dalam menjalani hidupnya sehari-hari, tanpa adanya bantuan dari orang lain. Ia adalah Ibuku yang bernama Rosalia Etty Murwanti, yang lahir di Jakarta. Dia dilahirkan dari pasangan Veronica Yayah Surnayah (nenek) dan Leo Heribertus Sumaryoto (kakek). Ia merupakan seorang kakak tertua dari lima bersaudara. Dari dulu kehidupannya sudah susah, sehingga membuat keluarganya serba kekurangan.
Dari kecil ibuku sudah bisa belajar untuk berdagang atau berjualan. Ia berjualan berbagai macam barang seperti menjual mainan, gorengan, dan lain-lain. Ibuku tidak pernah malu untuk berjualan, karena ia membantu keluarganya yang kesusahan. Ia setiap hari berjualan di sekolah. Atau apabila dagangannya tidak habis, ia akan menjajakan kakinya ke sekitar lingkungan untuk menawarkan dagangannya tersebut ke orang-orang.
Ia juga berusaha untuk mendapatkan sekolah yang murah seperti negeri atau dibiayai sekolah oleh teman dari kakekku. Setiap hari, ia bersekolah dengan berjalan kaki walaupun jarak yang ditempuhnya sangat jauh dari rumah. Ibuku bersekolah hanya sampai SMEA di Jakarta. Ibuku ingin sekali melanjutkan pendidikannya, tetapi keadaan yang memaksanya untuk berhenti sampai di situ.
Kakek dan nenekku pernah bilang kepada ibu, “Sudah, kamu tidak usah kuliah. Uangnya buat adik-adikmu saja biar mereka bisa kuliah.” Ibuku menuruti apa yang dikatakan oleh nenek. Ia tidak pernah melawan perkataan orang tuanya. Ia hanya bisa berpasrah saja terhadap apa yang telah ditentukan oleh nenekku. Sehingga membuat ibu mencari pekerjaan untuk membantu keuangan keluarga dan membantu membiayai sekolah adik-adiknya.
Ia tidak pernah mengeluh lelah dan mengerjakannya dengan penuh sabar. Ia juga yang selalu mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci piring, mencuci pakaian, memasak, dan lain-lain. Ibuku bekerja tanpa adanya pamrih atau meminta imbalan kepada orang tuanya. Ia berpikir bahwa pekerjaan itu semua merupakan kegiatan yang sudah seharusnya dilakukan oleh seorang anak.
Dalam bekerja, ibu selalu giat karena ia membutuhkan pekerjaan dan upahnya. Setiap bulannya ia selalu mendapatkan gaji. Lalu gaji tersebut langsung diserahkan ke nenekku tanpa ia mengambil sepeser pun. Ia tidak pernah takut susah dalam hal bekerja karena pasti ada orang yang akan memperhatikannya. Seperti membelikan dan memberikan makanan, uang, dan sebagainya.
Dari waktu ke waktu akhirnya ibuku ada yang menaksir. Laki-laki itu adalah bapak aku yang bernama Satino. Ibuku yang awalnya bekerja, tapi semenjak menikah dengan bapak ia sudah tidak bekerja lagi. Tidak lama dari pernikahan mereka, lahirlah seorang anak perempuan yang sangat cantik. Anak tersebut itu adalah aku yang bernama Sri Karyati Anggun Perdani.
Aku merupakan anak tunggal. Ibuku sangat senang dan bahagia karena telah memiliki buah hati yang cantik. Namun ternyata pernikahan mereka tidak berlangsung lama. Sekitar umurku 3 tahun, akhirnya ibu dan bapak memutuskan untuk berpisah atau bercerai. Aku pun memilih untuk tinggal dengan ibu.
Selama kedua orang tuaku pisah, ibu yang bersusah payah untuk membesarkan aku hanya seorang diri. Ia merawat aku sangat baik dengan memberikan aku makan yang cukup dan menyekolahkan aku. Ia berusaha dan memikirkan caranya agar anaknya mendapatkan hidup yang layak. Ia kembali berusaha mencari pekerjaan. Ia mencari pekerjaan apapun, dan ia akan terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan anaknya.
Ibuku mencari pekerjaan dari mulai pembantu rumah tangga, tukang masak, dan lain-lain. Ia tidak pernah malu akan pekerjaannya. Sampai suatu ketika ibu melihat pekerja tukang sapu jalanan, lalu ia bertanya apakah masih ada lowongan di sana. Kemudian ia pun mencoba untuk melamar pekerjaan tersebut.
Hingga beberapa bulan belum ada perkembangan atau tidak ada kabar tentang lamaran pekerjaan tersebut. Suatu hari, tiba-tiba ibuku mendapatkan sebuah surat yang isinya memberitahukan bahwa ibuku diterima bekerja. Ibuku sangat bersyukur dan akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan yang tetap.
Lalu ibu bertanya kepadaku, “Dek, kamu malu tidak kalau ibu kerjanya seperti ini?” lalu aku jawab, “Bu, aku tidak malu karena semua pekerjaan sama saja dan ada rezeki tidak boleh ditolak. Jadi ibu ambil saja ya,” Akhirnya ibu bekerja di DKP Depok sebagai pesapon atau tukang sapu jalanan. Ia juga tidak lupa bersyukur kepada Tuhan dan mengucapkan terima kasih karena telah mendengarkan doa kami dan mengabulkan keinginan kami.
Ibuku bekerja di sana sudah sangat lama, tepatnya dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun. Aku dan ibu tidak pernah malu untuk memberitahukan kepada orang-orang tentang pekerjaan ibu. Dalam pekerjaannya, ibu selalu mengerjakan dengan bersungguh-sungguh. Ia tidak pernah mengeluh untuk berhenti, tetapi justru ia malah giat dalam setiap pekerjaannya.
Walaupun ibu sudah bekerja, ia tidak pernah lupa untuk selalu taat berdoa dan pergi ke Gereja setiap minggunya. Hingga saat ini ibuku masih bekerja di DKP Depok sebagai pesapon yaitu tukang sapu jalanan. Ibuku juga selalu mencari cara agar mendapatkan penghasilan tambahan. Seperti mengumpulkan barang bekas (botol minum, kardus, kaleng minuman, atau kertas).
Ibuku tidak pernah malu untuk mengumpulkan barang-barang bekas tersebut. Dan sampai sekarang ibu masih menjadi single parent yang berusaha terus menghidupi kami berdua. Dan terus melakukan berbagai cara agar bisa memiliki pendapatan yang dapat mencukupi kehidupan kami.
Aku sangat bangga sekali memiliki ibu yang seperti ibuku. Yang mau berusaha untuk mencukupi kehidupannya. Yang rela melakukan kegiatan apa saja untuk mendapatkan uang. Jerih payahnya tidak akan pernah bisa dilakukan oleh orang lain dan tidak akan pernah aku lupakan. Tenaga yang sudah terkuras dari pekerjaannya tersebut membuat aku sangat kagum akan kegigihan yang dimilikinya.
Walaupun saat ini ibuku memiliki penyakit yang cukup membuat kami terkejut, yaitu penyakit jantung yang merupakan penyakit keturunan dari orang tuanya. Aku selalu berusaha untuk membuat ibuku ceria dan tidak memikirkan tentang penyakitnya. Dengan cara membuat ibuku selalu senang dan tidak memiliki beban yang berat. Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan karena telah mengirimkan malaikat untuk menjaga, melindungi, membimbing, dan merawat aku hingga besar.
Ibu, aku berterima kasih kepadamu karena telah merawatku hingga besar, mendidikku dengan baik, mengajarkan banyak hal tentang kehidupan, menjagaku, dan hal lain yang tidak bisa aku sebutkan. Karena begitu banyak hal yang telah kau lakukan untukku. Terima kasih atas segala pengorbanan yang kau berikan kepadaku. Aku tidak akan pernah melupakan jasa-jasa dan pengorbananmu. (Tulisan ini dikirim oleh Sri Karyati Anggun Perdani, mahasiswa Fikom, Universitas Pancasila)