depoknet.com – Masa ini adalah masa dimana keumuman manusia memandang harta (materi), kedudukan, serta pujian manusia menjadi ukuran kemulian dan ketinggian di hadapan yang lain. Bahwa orang sukses adalah orang yang memiliki kedudukan tinggi, harta yang melimpah dan menjadi pusat perhatian media. Indikator kesuksesan hanya disandang oleh orang yang selalu berkecukupan harta dan hidup tanpa kesusahan. Makna kesuksesan dan kemulian telah bergeser jauh dari hakikat ketinggian dan kemulian yang sebenarnya, yakni ketaqwaan dan ketaatan semata-mata pada Allah Subhana wa Ta’la. Sebagaimana yang difirmankan dalam QS. Al-Hujurat: 13 “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Mahateliti”.
Akibat dari pemahaman yang keliru, kita menjadi orang yang hidup hanya demi mencari perhatian dan kerelaan manusia, tanpa peduli lagi pada keberadaan Allah Subhana wa Ta’la. Akhirnya, muncullah golongan manusia yang jika beramal semata-mata hanya ingin dilihat dan dipuji oleh orang lain, atau beramal karena riya’. Kita berebut agar bisa menjadi objek pujian dan perhatian orang lain dalam setiap amal yang Kita kerjakan. Karena Kita menganggapnya sebagai upaya ‘mengejar lebih banyak lagi kesuksesan’.
Ketika Kita berada di luar penjara, tanpa disadari sebenarnya waktu kita lebih banyak mengejar kesia-siaan. Kita telah dilupakan ‘keadaan yang memaksa’ bahwa hidup untuk mencari materi, pujian dan kebanggaan palsu. Kita lupa, bahwa esensi dari penciptaan Kita di dunia ini adalah untuk beribadah ikhlas hanya kepada-Nya. Semua perbuatan Kita, baik atau buruk, besar atau kecil pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Lalu pertanyaannya bagaimana cara kita menghindar dari virus mematikan dari paham materialisme ini? Keberadaan Kita yang berstatus Warga Binaan, yang merupakan penghalusan kata dari kata narapidana/penjahat adalah saat yang tepat untuk mulai belajar ilmu baru, ilmu ikhlas. Menyandang status kaum pesakitan, sampah masyarakat, penghuni rumah prodeo yang merupakan atribut negatif pada kasta terendah dalam stratifikasi sosial di masyarakat harus dijadikan momentum terbaik untuk mengubah arah orientasi amal Kita dari manusia dan mengembalikannya pada arah yang tepat, yaitu Allah Subhana wa Ta’ala.
Ilmu ikhlas dalam Islam sangat menekankan untuk senantiasa memurnikan dari kotoran, membebaskan diri dari segala yang merusak niat dan tujuan dalam melakukan suatu amalan. Ungkapan “semata-mata karena Allah Subhana wa Ta’la” setidaknya mengandung tiga dimensi penghambaan, yaitu: Pertama, niatnya benar karena Allah (shalih al-niyyat); Kedua, sesuai tata caranya (shalih al-kaifiyyat); dan Ketiga, tujuannya untuk mencari rida Allah Subhana wa Ta,la (shalih al-ghayat), bukan karena mengharap pujian, sanjungan, apresiasi, dan balasan dari selain Allah Subhana wa Ta’la.
_____________________________________________________________________________________
**Materi khutbah disampaikan oleh Ketua DKM Masjid Baiturrahman Rutan Kelas IIB Depok Jum’at, 2 Nopember 2018/24 Safar 1440H
Beribadah sesuai konsep ilmu ikhlas merupakan dambaan setiap mukmin yang saleh karena hal tersebut akan mengantarkan untuk benar-benar hanya menyembah atau beribadah kepada Allah Subhana wa Ta’la, tidak menyekutukan atau menuhankan selain- Nya. Sesuai dengan firman-Nya “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162).
Menjalani hukuman di dalam penjara adalah menjadi solusi bagi Kita untuk berusaha ikhlas di setiap amal yang kita kerjakan. Segala keterbatasan lebih memudahkan Kita untuk melakukan proteksi dari bisikan kesemuan demi menggoyahkan dan merusak keikhlasan. Iblis selalu berusaha membisikan manusia untuk menjadi budak sesamanya, beramal untuk kepuasan semu, serta mencampuradukkan tujuan hakiki amal shalih dengan tujuan bathil.
Marilah Kita mengubah paradigma Kita bersama sebagai Warga Binaan, misalnya Pertama, disaat menjadi Santri Bersahabat Pondok Pesantren at-Taubah bukan atas dasar ingin memiliki buku pembinaan semata, demi mempermudah dalam pengurusan CB/PB. Niatkan dengan menyandang status santri walaupun di dalam bui bukti pertobatan Kita kepada Allah Subhana wa Ta’la, memiliki keinginan untuk mampu membaca al-qur’an dan memperdalam ilmu agama. Kedua, memiliki status menjadi Tutor Keladu (pengajar) bukan untuk bisa dibebaskan dari “segalanya” termasuk jam waktu keong/konci tapi benar-benar untuk transfer ilmu meningkatkan jumlah Warga Binaan yang bisa membaca al-qur’an. Ketiga, menjadi pengurus DKM Baiturrahman jauhkan dari niat untuk mendapatkan penghidupan dari masjid. Niatkanlah untuk terusmenerus melayani ummat dengan ikhlas dalam ibadah, dakwah dan syiar. Kepada Jama’ah Warga Binaan untuk terus makmurkan masjid kita dengan sholat berjama’ah, mengikuti kajian keislaman untuk mengisi waktu luang kita yang luar biasa banyak dan semakin merapat kepada Sang Maha Pencipta.
Kita tidak menyadari ada hikmah besar ketika takdir mengharuskan Kita berstatus Warga Binaan, mendekam di dalam penjara untuk sekian lama. Kasih sayang Allah Subhana wa Ta’la lah jawabannya, Allah Subhana wa Ta’la tidak menginginkan Kita terlalu terjerumus lebih dalam ke lubang kesia-sia-an. Sebagaimana firman Allah Subhana wa Ta’la berikut “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orangorang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah: 257).
Semoga Allah Subhana wa Ta’la menjadikan kehadiran Kita dibalik teralis besi (yang diinginkan Allah Subhana wa Ta’la) untuk membuktikan karya ikhlas demi soliditas ummat (Jama’ah Warga Binaan). Keharuman hidup, dengan berakhlakul-karimah adalah menjadi tekad Kita bersama untuk mewujudkannya. Wallahu A’lam Bishawab.
Muhamad Salabi**
_____________________________________________________________________________________
**Materi khutbah disampaikan oleh Ketua DKM Masjid Baiturrahman Rutan Kelas IIB Depok Jum’at, 2 Nopember 2018/24 Safar 1440H