DEPOKNET – Ketidak mampuan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dan DPRD kota Depok dalam mengkaji secara detail target capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Depok tiap tahunnya termasuk tidak menyiapkan formula khusus melakukan pola pengawasan ketat terhadap oknum-oknum aparatur di lapangan, tentunya dapat menyebabkan bocornya Pendapatan Daerah yang harusnya bisa terserap menjadi Penerimaan Daerah.
Kondisi ini sepertinya diduga menjadi salah satu bukti mengapa target capaian PAD Kota Depok diturunkan oleh Pemkot Depok dan DPRD kota Depok dari target awal 15,25 persen menjadi 9,2 persen dalam revisi Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kota Depok 2016-2021 yang baru
disahkan 18 Oktober 2017 lalu.
Baik Pemkot Depok maupun DPRD Depok secara langsung atau tidak langsung tampak membiarkan pemasukan daerah dari sektor retribusi pelayanan pasar di kota Depok salah satu contohnya yaitu retribusi BONGKAR MUAT BARANG di Pasar Cisalak yang diduga menguap tidak masuk ke Kas Daerah namun hanya masuk ke kantong-kantong oknum tertentu melalui pola pungutan liar (Pungli).
Pungli dengan dalih retribusi ini diyakini terjadi di Pasar Cisalak, dengan adanya temuan bukti kwitansi pungutan retribusi bongkar muat barang di pasar cisalak yang dilengkapi stempel Retribusi Bongkar Muat Barang (RBMB) sebesar Rp 250.000,- perbulan yang dipungut oleh oknum tertentu dan diyakini melanggar peraturan daerah kota Depok.
Mengacu Perda Kota Depok Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Retribusi Pelayanan Pasar, besar nilai retribusi pelayanan Bongkar Muat Barang di pasar yang ada di kota Depok sudah ditetapkan dalam BAB VI perihal STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI pasal 8 poin 5 yang menyebutkan, Pelayanan Bongkar Muat Barang di Pelataran Pasar ditetapkan berdasarkan per-rit kendaraan angkut, yakni Rp 20.000,- untuk Tronton, Rp 15.000,- untuk Truck Double, Rp 7.000,- untuk Truck Engkel, dan Rp 5.000,- untuk Pick Up/Box.
Selain itu dalam Pasal 10 Perda Nomor 11 Tahun 2012 itu juga disebutkan, Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan yakni dapat berupa karcis, kupon, dan atau kartul angganan. Hasil pungutan retribusi itu pun harus disetor ke kas daerahd alam jangka waktu 1×24 jam.
“Tapi ini kok dalam bentuk kwitansi dan tersebut jelas dipungut secara bulanan bukan harian. Ini jelas pelanggaran aturan dalam Perda, dan kami yakini tidak masuk ke kas daerah tiap harinya,” ungkap Kepala Departemen Ekonomi dan Pengembangan UKM, LSM Gerakan Lokomotif Pembangunan (Gelombang) kota Depok, Muhammad Andri kepada DepokNet, Sabtu (11/11) malam.
Mohammad Andri meyakini, kondisi seperti ini tampaknya sudah berlangsung bertahun-tahun, namun dirinya menyayangkan pihak pengelola Pasar dalam hal ini Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Cisalak dan juga Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) kota Depok tidak mengetahuinya.
“Atau mereka pura-pura tidak tahu, dan pungutan liar tersebut dibiarkan menjadi bancakan para oknum diantara mereka tanpa harus disetorkan ke kas daerah,” sindir Andri.
Untuk itu Mohammad Andri meminta agar aparat penegak hukum khususnya Tim Saber Pungli untuk bisa bertindak tegas menyikapi pola pungli seperti ini dan diyakininya terjadi bukan hanya di pasar Cisalak saja, tapi juga di seluruh Pasar yang ada di kota Depok.
“Kasian para pedagang, mereka lebih banyak pasrah menghadapi kondisi ini. Saat ini di Pasar Cisalak misalnya, para pedagang masih diminta harus membuat IMB untuk kios dan los yang mereka tempati. Para pedagang kebanyakan bingung, untuk menolak mereka gak bisa, akhirnya ngikut saja apa yang diminta,” ujar Muhammad Andri.
Saat DepokNet mencoba mengkonfirmasi pihak pengelola pasar tentang temuan ini, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Cisalak, Nelson Da Silva Gomes, S.STP, M.Si mengatakan pungutan retribusi bongkar muat barang itu dilakukan oleh pihak ketiga dengan memungut kepada mobil bongkar muat.
Namun Nelson mengakui adanya kesalahan karena pungutan Itu salah dilakukan oleh pihak ketiga karena harusnya dipungut harian dan bukan bulanan. Disebut juga oleh Nelson, pihak ketiga itu nantinya menyetorkan pungutan tersebut kepada pihak UPT Pasar dan akan disetorkan ke Bank Jabar Banten (Kas Daerah) jam 14:00 WIB setiap harinya.
“Untuk mungutnya harian bukan bulanan, hanya saja dalam praktek biasanya ada kesepakatan antara mobil yang bawa muatan dengan petugas bongkar muat. Biasanya supir gak mau repot bayar tiap masuk, makanya mereka sepakat untuk bulanan, dan itu antara mereka tanpa kami tau,” jelas Nelson.
Ditambahkan Nelson, bagi pihaknya yang terpenting adalah pihak ketiga melakukan setoran secara harian lalu dilanjutkan oleh pihak UPT dengan menyetor ke Kas Daerah setiap harinya. “Terima kasih atas temuannya, nanti kami akan tegur, semoga kami bisa tertibkan praktek yang tidak sesuai perda,” tutup Nelson. (AM/CPB/DepokNet)