Peta-1. Posisi Sodetan Sungai Ciliwung (merah kiri bawah) |
Jauh sebelum ada Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal Timur (BKT) di Batavia (Jakarta) sudah ada Banjir Kanal Selatan (BKS). Banjir Kanal Selatan dibangun tahun 1854 oleh Belanda–suatu kanal atau terusan yang menghubungkan Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung yang daerah alirannya terletak antara Kota Buitenzorg (Bogor) dan Kota Depok. Kanal ini dulu disebut Westerlokkan (kanal barat Ciliwung).
Foto-1. Muara BKS/Sodetan di Sunga Cisadane di Kota Bogor |
Muara dari kanal ini disodet dari Sungai Cisadane di Kota Bogor, tepatnya di daerah Pancasan/Empang (lihat Peta-1, tanda merah pada sisi kiri bawah; tanda merah pada sisi kanan atas adalah Sungai Ciliwung. Untuk lebih detil melalui foto satelit (google maps) dapat diperhatikan dalam Foto-1.
Jembatan Merah di Bogor 1900 |
Aliran kanal ini dari Empang melalui Paledang, Jembatan Merah (belakang Pasar Jalan Merdeka), Ciwaringin, Jalan Semeru, Cimanggu Barata. Di Cimanggu Barat kanal bercabang, yang satu ke kiri menuju Cilebut dan yang lain ke kanan menuju Jalan Martadinata kemudian masuk Jalan Ahmad Yani dan selanjutnya aliran air masuk ke Sungai Ciliwung. Inilah yang kemudian disebuat ada kanal yang menghubungkan antara Sungai Cisadane dengan Sungai Ciliwung di Kota Bogor sebagai Banjir Kanal Selatan (BKS).
Peta-2. Topografi Ciliwung Cisadane dari Gunung Pangrango |
Dalam Peta-2, terlihat bahwa Sungai Cliwung dan Sungai Cisadane bermuara di Gunung Pangrango. Posisi dua sungai ini tampak sejajar dengan bersinggungan paling dekat di Kota Bogor (lihat juga Peta-1). Konon posisi sejajar ini yang menjadi asal-usul untuk nama Kerajaan Pajajaran (nama lain Pakuan) di masa doeloe. Diduga letak Pakuan ini ada dinatara dua sungai pada titik singgung terdekat. Sungguh sangat menarik.
Air dari kanal Westerlokkan ini kemudian menjadi sumber irigasi untuk mengairi persawahan dan perkebunan antara Sungai Ciliwung dan Sungai Krukut (hulu di Setu Citayam). Aliran kanal dibuat melalui Cileubeut, Bojong Gede dan Citayam. Lantas di daerah Citayam kanal ini dipecah menjadi dua aliran. Ke sebelah barat melalui Cipayung, Mampang dan terus ke Pondok Labu dan yang ke sebelah timur melalui Pondok Terong, Ratu Jaya, Depok, Pondok Cina dan terus ke Srengseng dan Tanjung Barat (Pasar Minggu). Pada masa ini aliran kanal di Pondok Cina dibendung yang menjadi sumber setu (danau) di Universitas Indonesia (Setu Mahoni dan Setu Agathis).
Satu lagi kanal yang dibuat di era Hindia Belanda adalah Oosterslokkan (kanal timur Ciliwung)—suatu kanal yang mengairi persawahan di wilayah sisi timur Ciliwung. Kanal ini bermuara atau disodet di Sungai Ciliwung di Katulampa terus melewati Sukaraja kemudian Nanggewer dan lalu Cibinong, Cilangkap, Jatijajar, Cimanggis, Cisalak, Cijantung, Pasar Rebo, Cawang dan Cipinang.
Bendungan Katulampa (dekat jalan tol Jagorawi di Depok) |
Banjir Kanal Jakarta adalah kanal yang dibuat agar aliran sungai Ciliwung melintas di luar Batavia pada tahun 1919-1920. Kanal ini dibangun untuk maksud pengendalian aliran air yang masuk ke Batavia (Jakarta) dari hulu Sungai Ciliwung. Untuk menngatur volume air, dibangun pintu air di Manggarai dan di Karet. Terusan ini lebih dikenal dengan nama Banjir Kanal Barat yang melewati Pasar Rumput, Dukuh Atas, lalu membelok ke arah barat laut di daerah Karet Kubur. Selanjutnya ke arah Tanah Abang, Tomang, Grogol, Pademangan, dan berakhir di sebuah reservoar di muara, di daerah Pluit. Dikemudian hari, untuk mengatasi banjir akibat hujan lokal dan aliran dari hulu di Jakarta bagian timur dibangun Banjir Kanal Timur (BKT) yang selesai dibangun tahun 2010. Dikompilasi dari berbagai sumber oleh Akhir Matua Harahap.