DEPOKNET – Hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
Tersebut jelas dalam konsideran Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.
Selain itu pula, sebuah keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Di kota Depok, belum adanya keterbukaan informasi bagi masyarakat sesuai yang diamanatkan oleh UU 14/2008 tentang KIP sangat dirasakan sekali. Apalagi, hingga saat ini pemerintah kota Depok masih menganggap belum diperlukan untuk membentuk Komisi Informasi, yakni sebuah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU nomor 14 tahun 2008 tentang KIP dan peraturan pelaksanaannya, serta menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik termasuk menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
“Sementara beberapa daerah Kabupaten/Kota lainnya seperti kota Bandung sudah miliki (Komisi Informasi, red) itu, makanya disana keterbukaan publik sudah dibuka seluas-luasnya tanpa perlu mengajukan surat permohonan untuk meminta informasi apapun,” sebut Anggota DPRD kota Depok dari fraksi Gerindra, H. Hamzah, SE, MM dalam sesi diskusi akhir tahun bersama Aktifis LSM kota Depok, Rabu (27/12) pekan lalu.
Dituturkan Hamzah, bukan hanya masyarakat umum yang masih merasakan kesulitan jika ingin meminta data dan informasi publik, dirinya selaku anggota legislatif dan juga institusi resmi DPRD kota Depok sendiri juga masih harus mengajukan surat permohonan untuk mendapatkannya.
“di Depok ini untuk mendapatkan data dan informasi harus mengajukan surat, anggota dewan atas nama institusi DPRD saja diberlakukan seperti itu, apalagi masyarakat lainnya yang membutuhkan data dan informasi,” sindir Hamzah.
Bahkan kata Hamzah, dirinya saat menjadi ketua panitia khusus (pansus) Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah kota Depok pernah meminta kepada pemerintah kota agar membuka akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat terkait rencana detail tata ruang kota Depok mengingat masyarakat perlu mengetahui wilayah mana saja yang masih bisa dikembangkan untuk dibangun dan wilayah mana saja yang tidak bisa didirikan bangunan.
“Namun tanggapan dan respon dari pemerintah kota belum juga maksimal hingga saat ini, tapi saya akan tetap dorong itu terus agar informasi itu bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat,” ungkapnya.
Informasi Terkait Penyaluran Dana CSR
Keterbukaan informasi Publik lainnya yang masih dirasakan tertutup rapat adalah mengenai penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan yang ada di kota Depok.
Hamzah menguraikan, dari total 1543 perusahaan (di luar perusahaan perbankan) yang ada di kota Depok, pemerintah kota Depok setiap tahunnya melalui Dinas Tenaga Kerja menganggarkan hampir sebesar Rp 2,7 miliar untuk kegiatan pengawasan dan pembinaan terhadap ribuan perusahaan tersebut.
“Anggaran pengawasan yang disiapkan pemerintah daerah sampai sebesar itu, tapi feedback-nya berupa CSR perusahaan tersebut sampai saat ini tidak jelas. Makanya saya sempat coret mata anggaran itu dalam pembahasan tahun lalu,” ucap Hamzah.
Untuk informasi penyaluran dana CSR perusahaan perbankan salah satunya Bank Jabar Banten (BJB) jauh lebih tidak jelas lagi. Hamzah mengatakan saat pembahasan pansus penyertaan modal pemerintah kota Depok kepada BJB, dirinya telah meminta secara detail tentang kepada siapa saja penyaluran dana CSR BJB disampaikan, tapi hingga detik ini informasi tersebut tetap tidak juga mau dibuka oleh pihak BJB.
“Mereka (pihak BJB) berkilah, ada peraturan dari kantor pusat mereka, bahwa yang boleh tau terkait penyaluran dana CSR mereka hanya Kepala Daerah (Walikota) saja. Ini kan aneh, aturannya yang mana itu, coba tunjukkan kalau ada aturan semacam itu,” tegas Hamzah yang juga Ketua Badan Kehormatan Dewan DPRD Kota Depok ini.(CPB/DepokNet)