Depok Net – Haul ke-81 mendiang dramawan, penyair, dan budayawan WS Rendra sekaligus memperingati Hari Seni dan Budaya Nasional ke 7 digelar senin malam (7/11), di Bengkel Theater WS Rendra, Cipayung kota Depok.
Perayaan ke 81 tahun lahirnya penyair yang meninggal pada 6 Agustus 2009 tersebut juga diisi dengan Doa Bersama, Peluncuran Buku Tentang WS Rendra berjudul “RENDRA DAN AKU” yang dtulis oleh Professor Suhadi, Atraksi Seni Beladiri Pencak Silat “Sanggar Satria Gelar Lodaya” dari Cianjur, Pimpinan Ibu Resma Yunia Ropandi (Anggota DPRD Kabupaten Cianjur), Puisi dan Nyanyian Dengan Gitar Akustik, serta Pementasan Drama dengan judul “Sejarah Desa Naga” oleh Sanggar Bengkel WS Rendra. Acara yang berlangsung khikmat dan dihadiri oleh tamu undangan dari manca negara seperti dari Kuala Lumpur – Malaysia, Australia, dan Polandia serta pengunjung lainnya mulai dari Anggota DPRD kota Depok, Komunitas Seniman Depok, Aktifis Kota Depok, mahasiswa dan pelajar ini dibuka oleh Ketua DPRD kota Depok, Hendrik Tangke Allo.
Dalam sambutannya yang disaksikan langsung oleh istri mendiang WS Rendra, Ken Zuraida. Ketua DPRD yang lebih dikenal dengan sapaan Bung HTA ini menyampaikan rasa bangga dan terharu kepada Bengkel Theater Rendra karena masih tetap ada dan eksis sebagai sanggar atau tempat berkreasi bagi para pecinta seni dan budaya di Kota Depok.
HTA juga mengatakan rasa bangga dan hormatnya terhadap hasil karya seni WS Rendra yang mendunia, dan berharap semoga kedepannya masih banyak orang yang peduli terhadap Bengkel WS Rendra tersebut.
”Kami terus berupaya untuk menghadirkan tempat berkreasi bagi para seniman seperti Gedung Kesenian di kota Depok, memang tak semudah membalikan telapak tangan tapi sekuat tenaga dan kemampuan saya bersama anggota Dewan lain khususnya Komisi D untuk mewujudkan itu,” tegas Hendrik dalam sambutannya (Ant/DepokNet)
Kita mesti berhenti membeli rumus-rumus asing, diktat-diktat hanya boleh memberi metode, tapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya, keluar ke desa-desa.
Mencatat sendiri semua gejala dan menghayati persoalan yang nyata.
Inilah sajakku, pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir, jika terpisah dari masalah kehidupan.” (“Sajak Sebatang Lisong”, WS Rendra)