DEPOKNET – Program pembangunan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) oleh Pemerintah Pusat yang salah satunya akan dibangun di kota Depok, ditentang keras oleh Walikota Depok, Mohammad Idris.
Idris berpendapat, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2012-2032 serta Perda Kota Depok Nomor 2 Tahun 2016 tentang Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan bahwa luas kavling yang diperbolehkan dibangun di kota Depok adalah 120 meter persegi.
Sementara pembangunan perumahan untuk MBR yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat itu untuk luas kavling yang terbangun adalah berkisar luas 72 hingga 90 meter persegi.
Menurut Idris, harusnya pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat adalah pembangunan vertikal atau dalam hal ini pembangunan rumah susun (Rusun). Dan katanya lagi, karena pelanggaran aturan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat tersebut, maka Walikota Depok tidak akan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi MBR yang tengah dibangun di wilayah Citayem Depok itu.
Tentangan keras Walikota Depok terhadap program pemerintah pusat ini mendapat tanggapan dari pengamat Hukum yang juga Ketua Bidang Hukum DPD REI Jawa Barat Komisariat REI Bogor Raya, Rivalino Alberto Rugebreght, SH.
Menurut Riva, panggilan akrab pria berdarah Ambon ini, Walikota Depok sepertinya kurang mendapatkan kejelasan mengenai Aturan Perumahan bagi MBR dari Dinas Perumahan dan Permukiman, atau mungkin telah mendapat bisikan dan masukan yang salah dari orang atau pihak yang tak menguasai persoalan tentang Perumahan bagi MBR.
Dijelaskan Riva, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Perumahan Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah pada Pasal 2 ayat (1) disebut jelas, Pembangunan Perumahan MBR dilakukan untuk luas lahan tidak lebih dari 5 (lima) hektare dan paling kurang 0,5 (nol koma lima) hektare serta berada dalam 1 (satu) lokasi yang diperuntukkan bagi pembangunan Rumah tapak.
“Jadi yang namanya Rumah MBR tidak ada yang jenisnya Rusun sesuai dengan PP 64 Tahun 2016, bahwa yang namanya Rumah MBR itu harus Rumah Tapak,” jelas Riva
Selain itu, Riva juga mengingatkan satu hal lagi kepada Walikota Depok, bahwa Program 1 juta rumah untuk MBR ini adalah Program Strategis Nasional yang Wajib diikuti dan oleh semua daerah di seluruh Indonesia.
“Makanya dari dulu saya sebut kalau Depok ini sudah ngaco dari awal dengan menetapkan aturan luasan kavling 120 meter persegi yang jelas-jelas tidak memiliki dasar hukum yang mendelegasikan dan terkesan dipaksakan karena pasal tersebut (tentang luasan kavling) adalah pasal pesanan dari pemodal besar kepada rezim pemerintahan kota depok yang sebelumnya,” ungkap Riva.
Program Strategis Nasional Dikalahkan Perda?
Untuk itu Riva meminta agar Pemerintah kota harusnya segera merevisi perda RTRW dan disesuaikan dengan PP Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan MBR, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan.
“Coba dibaca juga sekalian Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, biar paham dan mengerti apa itu Program Strategis Nasional. Saya intinya berharap Pemkot Depok dalam membuat Perda juga harus taat asas, dan jangan ada dusta diantara kepentingan kepentingan pemodal besar,” pungkas Riva.
Hal itu pula yang membuat Rivalino bersama beberapa warga Depok lainnya menggugat Perda RTRW kota Depok karena menurutnya beberapa isi dalam Perda tersebut tidak jelas terutama terkait aturan luas kavling 120 meter persegi yang ditetapkan.
Dicontohkannya, kabupaten bogor tadinya juga menerapkan pembatasan minimal luasan kavling rumah tapak yaitu minimal 84 meter persegi, tapi dengan adanya PP Nomor 64 tahun 2016 dan Inpres Pembangunan Perumahan MBR, maka Pemkab Bogor telah merevisi perdanya dan saat ini di kabupaten bogor luas kavling minimal hanya 60 meter persegi sesuai dengan aturan Kementerian Keuangan tentang rumah RSS dan hunian berimbang.
“Jadi lucu kalau aturan perda bisa mengalahkan aturan yang lebih tinggi seperti Undang-Undang, dan harusnya pak wali juga malu kalau bicara bahkan menentang seperti itu, karena program strategis nasional mau dikalahkan oleh Perda?” sindir Riva menutup pembicaraan. (CPB/DepokNet)