DEPOKNET – Belum beraninya Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mengeluarkan Surat Ketetapan (SK) Cagar Budaya predikat Kota terhadap bangunan peninggalan bersejarah Gedong Tinggi Rumah Cimanggis padahal sudah ada rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Jawa Barat, membuat Ketua DPRD Depok, Hendrik Tangke Allo meradang.
Hendrik mengunjungi langsung keberadaan Rumah Cimanggis yang konon dibangun antara rentang tahun 1771-1775 oleh petinggi Kongsi Dagang Belanda Hindia Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) bernama Albertus van Der Parra yang dihadiahkan kepada istrinya, Yohanna van Der Parra sebagai rumah peristirahatan.
“Bangunan bersejarah loh ini, kalau ini di revitalisasi tentunya bisa dijadikan asset kota Depok. Persoalan masalah SK penetapan sebagai Cagar Budaya kan sudah diamanatkan Undang-Undang, kalau lahan ini meskipun milik pemerintah pusat, pemerintah wilayah setempat bisa mengeluarkan SK,” ucap Ketua DPRD Depok di Rumah Cimanggis, Jumat (23/03/2018) pagi.
Apalagi kata Hendrik, berdasarkan rekomendasi TACB Provinsi Jawa Barat, Gedong Tinggi Rumah Cimanggis telah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya sesuai Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Salah satunya telah berusia 50 tahun atau lebih dan dari disain dan konstruksi Rumah Cimanggis ini mewakili masa gaya yang khas serta memiliki tingkat keterancaman akan kepunahan yang cukup tinggi,” sebutnya.
Berdiri tepat didepan pintu masuk yang diyakini sebagai pintu utama Rumah Cimanggis, Hendrik sempat terdiam sejenak merasakan atmosfir magis bangunan yang sudah sangat tidak terawat dan banyak ditumbuhi tanaman liar tersebut.
Dirinya mengharapkan seluruh warga masyarakat juga turut serta bisa mendorong Rumah Cimanggis untuk menjadi Cagar Budaya. Selain itu katanya lagi, jika SK penetapannya terbentur karena assetnya merupakan milik pemerintah pusat, harusnya pemerintah kota bisa secepatnya melakukan koordinasi.
“karena kalau dibiarkan bisa hilang ini, dan kita sebagai anak bangsa juga turut dirugikan dan kehilangan jati diri bangsa salah satunya yang pernah dipesankan dalam Trisakti bung Karno yakni berkepribadian dalam kebudayaan,” tegas Ketua DPRD Kota Depok.
Terkait rencana bakal dibangunnya Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Agama Republik Indonesia di lahan eks pemancar RRI dimana Rumah Cimanggis itu berada, Hendrik mengatakan seharusnya bangunan Rumah Cimanggis bisa tetap dipertahankan karena bisa mendukung dan menjadi satu kesatuan nantinya dalam aspek keilmuan dan kebudayaan.
“Kalau Rumah Cimanggis dibangun (revitalisasi, red) dan didepan sana nanti ada UIII justru bangunan bersejarah ini nantinya bisa mendukung keberadaan UIII sebagai satu kesatuan keilmuan dan kebudayaan internasional, dan bisa dijadikan destinasi wisata juga tentunya kan,” pungkas Hendrik.
Hendrik juga mengingatkan, dalam proses penetapan Cagar Budaya oleh pemerintah Kabupaten/Kota telah diatur dalam pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang menyebutkan, Bupati/wali kota mengeluarkan penetapan status Cagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli Cagar Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya.
“Pemkot Depok yang saya dengar telah menerima rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya, jadi harus secepatnya menetapkan Rumah Cimanggis yang bersejarah ini sebagai Bangunan Cagar Budaya sesuai amanat Undang-Undang,” tegasnya.(CPB/AM/WSR/DepokNet)