DEPOKNET – Walikota dan Wakil Walikota Depok sesuai kewenangannya diminta harus segera memerintahkan penarikan bahan ajar (Modul) dari seluruh SMP Negeri di Kota Depok serta memberi sanksi kepada pihak-pihak yang telah terlibat dalam pelanggaran ini sesuai dengan perundangan yang berlaku.
Permintaan itu disampaikan Pengamat Pendidikan Kota Depok, M. Rasikin Ridwan mengingat buku modul yang beredar di SMP Negeri se Kota Depok nyata-nyata tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku Yang Digunakan Satuan Pendidikan.
Rasikin mengungkapkan, pada buku modul yang diperuntukkan bagi 22.800 siswa SMP Negeri reguler dan 7000 siswa SMP Terbuka se kota Depok yang sudah terlanjur beredar itu, sama sekali tidak mencantumkan informasi tentang pelaku penerbitan pada bagian akhir buku, padahal Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 sudah mewajibkan hal itu.
“Di buku modul untuk SMP Negeri ini semuanya gak ada, yang ada cuma kata pengantar dan daftar pustaka doang, bahkan ada satu mata pelajaran yang gak ada daftar pustakanya cuma kata pengantar saja. Kualitas cetakan dan kertas juga tidak sesuai standar buku pada umumnya,” ungkap Rasikin.
Diuraikan Rasikin, dalam Pasal 3 Ayat 9 Permendikbud No. 8 Tahun 2016 telah mengatur jelas tentang informasi apa saja yang harus ada dan dicantumkan dalam Buku modul yang masuk katagori atau jenis buku Non Teks Pelajaran tersebut.
Ditambahkannya, dalam Pasal 4 Ayat (2) juga telah dijelaskan, informasi pelaku penerbitan pada bagian akhir buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9) Permendikbud Nomor 8 Tahun 2008, wajib memuat informasi tentang Penulis, Editor, Illustrator, Penelaah, Konsultan, Reviewer, dan Penilai.
“Saya fokus di standar dan konten bukunya, jadi dengan adanya pelanggaran terhadap pasal-pasal yang ada di Permendikbud 8 Tahun 2016 tersebut saja sudah dapat menjadi alasan di tariknya kembali modul yang terlanjur beredar, dan itu menjadi kewajiban serta kewenangan Kepala Daerah,” sebut Rasikin.
Rasikin mengaku pada akhir November 2017 lalu sudah memberikan laporan tentang kondisi tersebut kepada Kepala Dinas Pendidikan kota Depok, namun hingga saat ini laporannya itu tidak juga direspon oleh Kadisdik dan jajarannya.
“Untuk itulah saya berharap Walikota dan Wakil Walikota Depok dapat mengambil sikap tegas dengan segera menarik bahan ajar modul untuk SMP Negeri se kota Depok ini, karena sarat pelanggaran aturan Permendikbud bahkan diduga bernuansa korupsi,” sebut Rasikin.
Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan kota Depok, Muhammad Thamrin pernah menjelaskan posisi anggaran kegiatan pengadaan bahan ajar buku modul gratis ini bukan berada di dinas pendidikan, namun berada di masing-masing sekolah melalui dana fasilitasi penyelengaraan dana pendidikan atau yang biasa disebut dengan Bantuan Operasional Sekolah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (BOS APBD).
Dalam BOS APBD kota Depok Tahun Anggaran 2017, BOS SD yang awalnya Rp 35.000,- ditambah Rp 10.000,- menjadi Rp 45.000,-, sedangkan untuk SMP yang awalnya Rp 90.000,- ditambah Rp 5.000,- menjadi Rp 95.000,-. Dijelaskan pula oleh Kadisdik, untuk pengadaan buku modul ini nantinya masuk ke kegiatan Belanja Barang dan Jasa dengan kode Rekening Barang Cetakan.
“Anggarannya nanti ada di sekolah masing-masing, ini berarti yang bertanggung jawab adalah Sekolah sendiri, ini kan sama halnya dengan anggaran untuk cetak amplop atau kop surat sekolah dan selama ini kita (Disdik) gak pernah ikut campur urusan seperti itu di sekolah,” papar Kadisdik kepada DEPOKNET, pertengahan tahun lalu.
Sesuai Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan. Buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan, baik berupa Buku Teks Pelajaran maupun Buku Non Teks Pelajaran, merupakan sarana proses pembelajaran bagi guru dan peserta didik, agar peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan dasar untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Materi pengetahuan yang diinformasikan melalui Buku Teks Pelajaran dan Buku Non Teks Pelajaran sangat penting. Oleh karena itu penyajian materi harus ditata dengan menarik, mudah dipahami, memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi, dan memenuhi nilai/norma positif yang berlaku di masyarakat, antara lain tidak mengandung unsur pornografi, paham ekstrimisme, radikalisme, kekerasan, SARA, bias gender, dan tidak mengandung nilai penyimpangan lainnya.(CPB/DepokNet)