DEPOKNET– Praktik pengadaan seragam SMPN di Kota Depok mendapat sorotan tajam dari LSM Lembaga Pemantau Anggaran Sekolah (LEPAS). LEPAS menduga, pihak sekolah dengan sengaja mengizinkan praktik mark up dalam pengadaan seragam sekolah.
Tak hanya itu, LEPAS bahkan menyebut aroma bancakan pada pengadaan seragam sekolah di SMP Negeri se Kota Depok tahun 2018 disinyalir dikoordinir oleh Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SMP Negeri di kota Depok.
“Hampirsemua SMPN di Depok diduga sengaja tetapkan harga seragam mulai dari Rp 950 ribu hingga Rp 1,3 juta,” ungkap Sekjen LSM LEPAS, Rasikin Ridwan.
Dikatakannya,pihak sekolah sengaja memanfaatkan momen Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk meraih keuntungan dari pengadaan seragam. Caranya yakni bekerjasama dengan pihak penjahit.
“Diduga juga ada upaya pihak sekolah meminta komisi atau menitipkan harga kepada penjahit. Hal ini menyebabkan harga yang harus dibayar oleh orangtua siswa menjadi lebih tinggi,” tambah Rasikin.
DitambahkanRasikin, meskipun menggunakan kwitansi penjahit, tetapi pada praktiknya terang-terangan melibatkan pendidik dan tenaga kependidikan dan transaksi jualbeli dilakukan terbuka di dalam sekolah.
Praktik ini tegas Rasikin jelas telah melanggar peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengaraan Pendidikan, pasal 181 dan 198yang melarang “Pendidik atau tenaga pendidik, komite sekolah dan dewan pendidikan, baik secara perseorangan atau kolektif, tidak diperbolehkan untuk menjual pakaian seragam ataupun bahan seragam”.
“Peraturanlain yaitu Permendikbud Nomor 45 tahun 2014 Bab IV pasal 4, bahwa “Pengadaan pakaian seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orangtua atau wali peserta didik dan pengadaannya tidak boleh dikaitkan dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru atau kenaikan kelas,” paparnya.
Ketimpangan juga disebutkan oleh Sekjen berkumis tipis ini, dimana kwitansi pembelian seragam juga tidak di tulis mengenai rincian item seragam yang di beli.
“jadi seperti kwitansi primitive lah begitu, Atau bisa juga saya sebut sebagai kwitansi abal-abal. Ini kan sudah merupakan indikasi adanya upaya menyembunyikan suatu kebohongan.” ujar Rasikin
Terakhir LSM LEPAS juga mengatakan praktik jual beli seragam tersebut juga dapat di kategorikan sebagai tindak pidana korupsi berupa gratifikasi. Dimana pengertian gratifikasi tersebut menurut Rasikin terdapat pada penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam penjelasan Pasal 12B itu disebut, yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.” Paparnya.
Untuk itu, LSM LEPAS juga mendesak Walikota Depok untuk mengevaluasi kinerja Kepala Dinas pendidikan karena diduga telah melakukan pembiaran terhadap praktik jualbeli seragam di sekolah. (Ant/DepokNet)