DEPOKNET – Sebuah video yang menunjukkan proses jual-beli yang dilakukan di sebuah Pasar Muamalah di wilayah Tanah Baru, Depok, viral di media sosial. Pasalnya, jual-beli tersebut dilakukan dengan uang asing dinar dan dirham, bukan rupiah.
Dalam video tersebut terlihat sejumlah barang seperti makanan dan pakaian dipamerkan untuk diperjualbelikan, seperti brownies dihargai dengan setengah dirham, 6 buah roti seharga 1 dirham, hingga sandal seharga 2 dirham.
Tampak salah satu penjual menunjukan uang transaksi hasil jual beli berupa koin emas senilai 1 dinar dan koin perak senilai 2 dirham. Bahkan ada kegiatan membayar Zakat dengan menggunakan dinar dan dirham.
Zaim Zaidi selaku pemilik ruko dan juga pengelola pasar muamalah menjelaskan, pasar muamalah di Jalan Tanah Baru, Beji, Depok itu berdiri selama 15 tahun. Dia mengatakan Pasar Muamalah diadakan karena menjalankan sunah Rasulullah SAW.
Yang anehnya, kegiatan tersebut diakui aparat pemerintah kota Depok baru diketahui setelah viralnya video di medsos. Padahal, kegiatan pasar muamalah ternyata sudah berlangsung sejak lama.
Lurah Tanah Baru, Zakky Fauzan mengatakan pasar itu tidak mengantongi izin dan tanpa sepengetahuan dari lingkungan. Hal itu diketahui setelah pihak kelurahan Tanah Baru melakukan konfirmasi ke RT dan RW setempat.
Pelaku Bisa Dijerat Pidana
Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik, Maryono mengatakan, kegiatan pasar muamalah di Tanah Baru itu sudah masuk dalam kategori pelanggaran hukum mengingat sudah ada aturan yang menetapkan setiap transaksi di wilayah Indonesia wajib menggunakan rupiah.
Menurutnya, ketentuan itu berlaku sejak 1 April 2015, sebagaimana dicantumkan dalam konsideran Peraturan BI No. 17/3/PBI/2015 bahwa penggunaan rupiah dalam setiap transaksi bisa menjadi kunci untuk mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar rupiah.
Pakde Mar, sapaan pria kelahiran Blitar yang juga Dewan Penasehat Forum Komunikasi Semesta (FOKUS) ini menjelaskan, pengaturan tentang penggunaan mata uang rupiah itu sendiri sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Di dalam Pasal 23 ayat (1) diatur bahwa rupiah menjadi alat pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam transaksi keuangan di dalam negeri. Namun, ketentuan dalam UU itu mengecualikan adanya penerimaan rupiah dalam hal adanya keraguan atas keasliannya.
“Bagi yang melanggar, ada sanksi yang cukup tegas yaitu pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta,” sebut Pakde Mar.
Mengingat urusan moneter adalah urusan Pemerintah Pusat dalam hal ini Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan bukan Pemerintah Daerah. Maryono pun menyesalkan respon Pemerintah Kota Depok yang mengaku baru mengetahui kegiatan pasar muamalah itu setelah viral di medsos.
Sementara sambung Maryono, kewajiban Pemerintah daerah sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah menjaga persatuan dam kesatuan NKRI, dan mengawasi setiap upaya yang memecah kesatuan dan persatuan bangsa.
“Kita lihat kegiatan pasar dengan transaksi menggunakan uang dinar di Tanah baru itu sudah berlangsung lama, artinya pemerintah kota Depok seolah telah melakukan pembiaran,” tegasnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) pada 28 Januari 2021 juga telah mengeluarkan pernyataan resmi terkait penggunaan alat pembayaran selain Rupiah di masyarakat.
BI menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 23 B UUD 1945 jo Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia.
“Dalam hal ini kami menegaskan bahwa Dinar, Dirham atau bentuk-bentuk lainnya selain uang Rupiah bukan merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah Indonesia” ujar Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono. (Ant/CPB/DepokNet)