DEPOKNET – Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) kota Depok, Diah Sadiah meralat pernyataan yang menyebut bahwa pemerintah kota Depok sudah menetapkan upah minimum sektor padat karya atau garmen sebesar Rp 1,4 juta perbulan.
Kadisnaker kota Depok ini mengatakan, baru mengusulkan upah khusus untuk buruh garmen di kota Depok sebesar Rp 2,9 juta perbulan. Disebutnya, upah khusus itu berdasarkan kesepakatan antara pemerintah, pengusaha, dan perwakilan serikat pekerja. Sifatnya pun baru sebatas penyampaian usulan dan saat ini masih dalam tahap pengkajian di tingkat provinsi.
Ditekankannya, semua pihak harus memperhatikan kesejahteraan hidup layak sesuai hasil survei di masing-masing kota. Di sisi lain, pengusaha juga harus terus mempertahankan produksi agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.
“Rp 1,4 juta itu tidak masuk akal karena upah pekerja garmen pada 2016 saja Rp 2,7 juta. Sedangkan survei hidup layak di Kota Depok tahun 2017 itu Rp 2,9 juta. Jadi kalau melihat survei hidup layak, harusnya besaran upah naik dari tahun kemarin,” ungkapnya
Kadisnaker kota Depok pun memastikan upah khusus buruh garmen tidak akan Rp 1,4 juta perbulan atau berada di bawah upah minimum provinsi.
Disebutnya, penetapan upah buruh garmen ini telah dibahas dalam rapat yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Selain itu, turut hadir walikota dan bupati di Jawa Barat, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), kepala BKPM, serta perwakilan serikat pekerja.
“Namun, untuk upah pekerja garmen di Depok, nantinya akan diputuskan oleh gubernur. Pemkot Depok hanya menyampaikan usulan berdasarkan kesepakatan pengusaha dengan serikat pekerja,” jelas Diah.
Menanggapi ralat yang disampaikan oleh pihak Pemerintah Kota Depok melalui Kadisnaker kota Depok. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Nasional (DPP SPN), Iwan Kusmawan, SH mengatakan Kadisnaker Kota Depok tidak memahami substansi persoalan buruh khususnya tentang upah.
Iwan Kusmawan kembali menegaskan, pertemuan Wakil Presiden, Menaker, Gubernur Jabar dan pihak terkait lainnya bukanlah satu-satunya cara untuk menetapkan upah khusus sektor padat karya atau garmen.
Disebut olehnya, persoalan ketidak mampuan perusahaan untuk membayar upah bukan disebabkan karena kesulitan yang sedang dihadapi perusahaan, akan tetapi pengusaha tersebut memang lebih senang membayar upah murah/rendah.
“Pemerintah tidak peka terhadap persoalan buruh/pekerja. Soal kesulitan pengusaha itu akal-akalan belaka. Pemerintah jangan mau dikadali pengusaha,” ucap Iwan
Ketum DPP SPN ini mengingatkan, mayoritas perusahaan garmen yang ada mengerjakan produksi Brand/merek terkenal international, jika saat ini perusahaan tersebut membuat siasat untuk membayar upah murah, dirinya bersama DPP SPN akan melakukan kampanye international terhadap perusahaan perusahaan yang mencoba menekan buruh untuk dapat membayar upah murah.
“SPN sudah berafiliasi dengan jaringan buruh international, rasanya akan lebih mudah buat kami untuk melakukan kampanye melalui international. Urusan upah jangan main-main, karena itu merupakan hak dasar pekerja dan sudah diatur oleh undang undang,” tegas Iwan Kusmawan
Iwan juga mengisyaratkan seluruh jaringan buruh SPN untuk melakukan unjuk rasa di seluruh indonesia sebagai bentuk perlawanan menolak upah khusus garment yang nilainya dibawah upah minimum serta tidak ada dasar hukumnya.
“Jangan mengada-ada menetapkan upah karena bagaimanapun juga rencana tersebut sangat menimbulkan diskriminasi dan telah membuka ruang kepada buruh untuk melakukan perlawanan,” papar Iwan Kusmawan. (CPB/DepokNet)