DEPOKNET – Seiring dengan berkembangnya pembangunan di wilayah perkotaan yang menunjukkan bahwa, pemanfaaatan tanah tidak hanya terbatas pada bidang tanah yang dikuasai, akan tetapi pemanfaatannya berkembang pada ruang bawah tanah, ruang atas tanah dan ruang perairan.
Pada saat ini, dengan teknologi yang ada dalam mendirikan sebuah bangunan tidak lagi terbatas pada penggunaan tanah secara 2 (dua) dimensi (on the ground) tetapi juga secara 3 (tiga) dimensi (above and underground), tidak lagi hanya memanfaatkan bidang/permukaan bumi, tetapi juga ke atas (ruang udara di atas permukaan bumi) dan juga ke dalam tubuh bumi.
Perkembangan teknologi pembangunan ini menyebabkan perubahan cara pandang dan teknik dalam membangun, bahwa untuk mendirikan yang semula hanya menyentuh atau berada pada permukaan tanah, menjadi bisa saja berada di dalam perut bumi (memanfaatkan ruang bawah tanah), atau bahkan melayang di atas bumi (berdiri diatas tiang-tiang atau tonggak-tonggak).
Kini pemanfaatan selain pada permukaan bumi juga telah banyak dibangun bangunan bawah tanah dan bangunan melayang seperti jembatan penyeberangan multiguna dan pemanfaatan ruang bawah tanah sebagai basement dengan berbagai macam fungsi penggunaan salah satunya untuk kegiatan komersil.
Para penyelenggara bangunan di kota Depok pun tampak mulai memanfaatkan ruang bawah tanah untuk menunjang aktifitas kegiatan usaha mereka layaknya di kota-kota besar lainnya.
Beberapa penyelenggara bangunan yang memaksimalkan ruang bawah tanah sebagai tempat usaha atau kepentingan komersil diantaranya adalah Depok Mal (Foodhall), Mal Cinere (Inul Vista Karaoke), DETOS (Hypermart), Margo City (Giant), Bahkan infonya Transmart Carrefour di Pancoran Mas dan Trans Studio Park di Harjamukti yang sedang proses pembangunan, rencananya juga akan memanfaatkan ruang bawah tanah, demikian diungkapkan Ketua Gerakan Lokomotif Pembangunan (Gelombang) kota Depok, Cahyo P Budiman.
“sementara Depok sepertinya terlambat merespon karena belum punya aturan spesifik yang khusus merinci secara detail tentang pemanfaatan ruang bawah tanah,” ujar Cahyo.
Cahyo menjelaskan, terkait pemanfaatan ruang bawah tanah ini, kota Depok hanya mencantumkan dua pasal dalam Peraturan Daerah kota Depok nomor 13 tahun 2013 tentang Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan yakni pasal 70 dan 71.
Yang parahnya, persyaratan administrasi dan teknis pemanfaatan ruang bawah tanah dalam Perda tentang Bangunan dan IMB dimaksud disamakan dengan persyaratan pemanfaatan ruang pada permukaan tanah (bidang tanah).
“Harusnya berbeda karena ada yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan terkait pemanfaatan ruang bawah tanah ini,” tegas Cahyo.
Untuk itu dirinya berharap, Kota Depok segera membuat Peraturan Daerah khusus tentang pemanfaatan, pengelolaan dan pengusahaan ruang bawah tanah ini yang lebih spesifik mengatur secara detail bagi siapapun badan usaha untuk dapat memanfaatkan Ruang Bawah Tanah yang sesuai dengan batas dan luas tertentu sebagai pengendalian pemanfaatan ruang bawah tanah di kota Depok.
“Perkembangan Depok sudah sangat pesat sekali, selain itu sebagai kota penyangga ibukota, Depok juga harus segera menyiapkan peraturan yang nantinya menjadi payung hukum kuat guna merespon kebutuhan perkembangan zaman yang sangat cepat terutama teknologi yang memanfaatkan ruang bawah tanah tersebut,” jelas Cahyo.
Sebagai perbandingan, Ketentuan pemanfaatan Ruang Bawah Tanah di DKI Jakarta memiliki aturan khusus tersendiri berupa Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 167 Tahun 2012 Tentang Ruang Bawah Tanah, yang mengatur antara lain mengenai pemanfaatan, pengelolaan dan pengusahaan ruang bawah tanah DKI Jakarta.
Dalam Pergub DKI tersebut mengatur jenis pemanfaatan Ruang Bawah Tanah menjadi dua bagian, yakni Ruang Bawah Tanah Dangkal, dan Ruang Bawah Tanah Dalam. Ruang bawah tanah dangkal yaitu ruang di bawah permukaan tanah sampai dengan kedalaman 10 m (sepuluh meter). Ruang bawah tanah dalam, yaitu ruang di bawah permukaan tanah dari kedalaman di atas 10 m (sepuluh meter) sampai dengan batas kemampuan penguasaan teknologi dalam pemanfaatan Ruang Bawah Tanah atau batasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pergub DKI Jakarta tersebut tercantum tegas jenis kegiatan yang diperbolehkan pada Ruang Bawah Tanah Dangkal yaitu: (i) akses stasiun Mass Rapid Transit, yaitu angkutan massal yang berbasis pada jalan rel yang memanfaatkan jalur-jalur khusus (MRT), (ii) sistem jaringan prasarana jalan, (iii) sistem jaringan utilitas, (iv) kawasan perkantoran, (v) fasilitas parkir, (vi) perdagangan dan jasa, (vii) pendukung kegiatan gedung di atasnya dan (viii) pondasi bangunan di atasnya.
Kegiatan yang diperbolehkan pada Ruang Bawah Tanah Dalam yaitu: (i) sistem MRT, (ii) sistem jaringan prasarana jalan, (iii) sistem jaringan utilitas dan (iv) pondasi bangunan gedung di atasnya. (Ant/DepokNet)