DEPOKNET – Ketidak becusan sejumlah Organisasi Perangkat daerah (OPD) dalam menyusun perencanaan kegiatan secara komprehensif dan matang, dinilai menjadi penyebab rendahnya penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota Depok Tahun Anggaran (TA) 2017.
Penilaian tersebut dilontarkan oleh Ketua DPRD kota Depok, Hendrik tangke Allo menyikapi penyampaian Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD pemerintah kota Depok TA 2017.
HTA sapaan Ketua DPRD kota Depok mengatakan, penyerapan APBD 2017 yang hanya mencapai 82 persen tersebut mengindikasikan ada kegagalan pelaksanaan dan realisasi program kerja pemerintah kota Depok yang sudah termaktub dalam RKPD dan RPJMD.
“Silpa jadi bengkak lagi, saya berharap seluruh fraksi di DPRD kota Depok khususnya kawan-kawan di Badan Anggaran untuk mencermati ini,” sebutnya saat diwawancarai DepokNet, Kamis (5/07/2018)
Dijelaskan HTA, angka Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) pelaksanaan APBD 2017 yang mencapai Rp 719 miliar lebih harus dievaluasi secara mendalam oleh Tim Badan Anggaran (Banggar) DPRD kota Depok terutama terhadap OPD yang menjadi penyumbang besar angka Silpa ini.
“Mereka sudah ajukan anggaran besar dan sudah kita (Dewan, red) setujui, tapi kenyataannya daya serapnya tidak maksimal, Silpa jadi bengkak. Maka wajar dicermati secara teliti untuk anggaran yang sedang berjalan di 2018 dan usulan penganggaran berikutnya,” ucap Ketua DPRD Depok.
Bahkan dimungkinkan kata HTA, fraksinya yakni PDI Perjuangan untuk menolak LPJ pelaksanaan APBD kota Depok TA 2017 serta untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian anggaran di tahun 2019 terhadap OPD yang lemah dalam penyerapan anggaran di tahun 2017 dan tahun berjalan nantinya.
Sebelumnya Walikota Depok, Mohammad Idris mengutarakan, penyerapan APBD kota Depok tahun anggaran 2017 mencapai 82,57 persen atau sebesar Rp 2,6 triliun dengan angka Silpa mencapai Rp 719 miliar.
Dari total Rp 2,6 triliun itu, separuhnya atau senilai 1, 018 triliun dipakai untuk memenuhi kebutuhan Belanja Modal seperti belanja tanah, gedung dan bangunan, serta asset lainnya.
Ketua LSM Gerakan Lokomotif Pembangunan (Gelombang) Kota Depok, Cahyo Putranto Budiman menyebut, struktur belanja modal yang dibuat pemerintah kota Depok dibawah kepemimpinan Mohammad Idris dan Pradi Supriatna harus mendapat perhatian khusus dari elemen masyarakat khususnya Tim Banggar DPRD kota Depok.
“Karena tidak semua belanja modal berefek pada pelayanan publik. Yang tidak berefek kepada pelananan publik baiknya dicoret atau ditolak,” sebut Cahyo.
Cahyo meminta agar Tim Banggar DPRD Kota Depok perlu membedah secara rinci untuk menemukan mana belanja modal yang berefek kepada pelayanan publik seperti belanja modal infrastruktur salah satunya.
Selain itu katanya, efesiensi anggaran dengan mengurangi dana perjalanan dinas ataupun belanja pegawai harus berani dilakukan sehingga dananya bisa dialihkan untuk kebutuhan lain seperti kebutuhan akan belanja infrastruktur dan guna mendorong kebutuhan pada sektor ekonomi.
“Kalau belanja pegawai dapat diturunkan dan digunakan untuk kebutuhan bagi pelayanan publik, infrastruktur dan peningkatan sektor ekonomi, maka APBD akan semakin sehat,” pungkas Cahyo. (Ant/DepokNet)