DEPOKNET – Perjuangan warga masyarakat yang terdampak pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Kelurahan Cisalak Kecamatan Sukmajaya Kota Depok terus berlangsung untuk mendapatkan hak-hak mereka.
Penasihat hukum warga, Andi Tatang Supriadi menyebut telah melayangkan surat yang ditujukan kepada Presiden dengan tembuskan kepada Wakil Presiden, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Ham, Gubernur Jabar, Walikota Depok, dan stakeholder terkait.
“Kita sudah layangkan surat keberatan kepada Presiden terkait mengenai nominal uang kerohiman yang akan diberikan kepada warga masyarakat yang terdampak pembangunan UIII,” jelas Andi Tatang, Minggu (1/9/2019).
Andi Tatang menegaskan, warga masyarakat sangat mendukung adanya pembangunan kampus UIII namun mereka berharap adanya keterbukaan berkaitan dengan dasar perhitungan dari KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) yang dirasakan warga sangat merugikan.
“Tak ada satupun dari kami yang menolak pembangunan UIII, namun hingga hari ini warga masyarakat belum menerima uang kerohiman yang dijanjikan pemerintah,” ucapnya.
Untuk itu Andi Tatang Supriadi meminta kepada pemerintah kota Depok untuk menunda rencana Walikota Depok yang ingin menertibkan lahan UIII hingga warga masyarakat yang terdampak pembangunan menerima hak-hak mereka seperti yang dijanjikan pemerintah.
“Kami meminta kepada Walikota agar menunggu hingga warga masyarakat yang terkena dampak pembangunan kampus UIII menerima hak-haknya,” tegasnya
Andi Tatang juga mengkritik statement yang disampaikan Wakil Walikota Depok yang mengatakan rencana tahapan sosialisasi yang akan dilakukan mulai 1 September 2019 terkait pemberitahuan pengosongan lahan dengan tahapan diterbitkan Surat Peringatan (SP) 1 hingga SP 3 yang akan berakhir 20 September 2019.
“Tolong hal-hal seperti itu silahkan dilaksanakan setelah adanya warga masyarakat yang terkena dampak pembangunan kampus UIII menerima hak-haknya,” pungkasnya.
Yang pasti kata Andi Tatang, warga masyarakat tidak menolak adanya pembangunan UIII, hanya mereka ingin adanya negosiasi harga dengan pihak pemerintah dalam hal ini kementerian agama Republik Indonesia. (AM/CPB/DepokNet)